Thursday, October 30, 2025

13 Desa Wisata di Semarang Yang Wajib Kamu Kunjungi 2

2. Desa Wisata Nongkosawit


Pagi baru saja membuka tirai di Desa Wisata Nongkosawit. Kabut tipis masih menempel di pucuk bambu, sementara angin lembut berhembus membawa aroma tanah yang basah semalam. Di tengah halaman rumah joglo yang teduh, bunyi gamelan pelan-pelan mengisi udara—ting, dung, ting, dung—mengalun seperti sapaan ramah dari masa lalu.

Di satu sudut, Ibu-ibu tersenyum sambil memukul bilah logam kuningan, menciptakan irama yang membuat hati ikut menari. Tak jauh dari situ, sepasang tangan muda tengah sibuk merangkai manik-manik warna-warni menjadi gelang cantik. Setiap simpul tali seperti mengikat makna: kesabaran, ketelatenan, dan cinta pada tradisi. Lalu di halaman rumput yang hijau, seorang penari berbalut kebaya kuning mulai menggerakkan tubuhnya. Lenggoknya lembut, tapi berwibawa—seolah setiap gerakan adalah doa bagi bumi Nongkosawit.

Di desa ini, wisata bukan sekadar datang dan melihat, tapi ikut hidup di dalamnya. Setiap nada gamelan mengajak kita mendengar harmoni, setiap kerajinan mengajarkan makna tangan yang bekerja, dan setiap tarian mengingatkan bahwa budaya bukan barang pajangan, melainkan napas yang terus berdenyut.

Nongkosawit tidak menjual gemerlap, tapi menghadirkan keindahan dalam kesederhanaan. Ia mengajarkan kita bahwa kekayaan sejati ada pada kebersamaan, pada tawa yang lahir dari gotong royong, dan pada rasa bangga menjaga warisan.

Saat matahari naik, cahaya menimpa wajah-wajah yang penuh semangat. Di sini, masa lalu dan masa kini bersatu, menciptakan harmoni yang membuat siapa pun betah berlama-lama. Nongkosawit bukan sekadar desa wisata—ia adalah panggung kecil di mana budaya hidup kembali dengan senyum yang tulus dan irama yang abadi.


13 Desa Wisata di Semarang Yang Wajib Kamu Kunjungi

 1. Desa Wisata Kandri


Pagi di Desa Wisata Kandri selalu dimulai dengan senyum. Udara masih basah oleh embun, sawah berkilau diterpa cahaya matahari yang malu-malu muncul dari balik bukit. Burung-burung berceloteh riang, seolah tahu bahwa hari ini akan jadi cerita indah bagi siapa pun yang datang. Begitu menginjakkan kaki di sini, suasananya langsung berbeda—lebih pelan, lebih jujur, lebih manusiawi.

Di Kandri, wisata bukan soal melihat, tapi mengalami. Cobalah paket “nyawah” — di sinilah sepatu dilepas, kaki menjejak lumpur, dan tawa pecah bersama petani yang mengajari cara menanam padi dengan sabar dan jenaka. Setelah itu, lanjut cabut singkong. Jangan kaget kalau ternyata singkongnya lebih bandel dari yang dibayangkan! Tapi di situlah serunya: sedikit peluh, banyak canda, dan hasil bumi yang langsung bisa dinikmati bersama.

Belum puas? Mari duduk di bawah pohon rindang, melukis caping dengan warna-warna ceria. Ada yang menggambar bunga, ada yang menulis nama gebetan—semuanya sah, karena di Kandri, kreativitas bebas menari. Dan ketika matahari mulai condong, perahu wisata siap menunggu di tepi sungai. Airnya tenang, hembusan anginnya lembut, dan percikan kecil di permukaan air seolah menulis puisi sederhana: bahagia itu sesederhana ini.

Desa Wisata Kandri bukan sekadar tempat singgah, tapi ruang belajar untuk kembali mencintai hal-hal kecil yang sering kita lupakan. Di sini, kita tidak sekadar berlibur, tapi juga belajar bersyukur. Karena di setiap lumpur, caping, singkong, dan kayuh perahu, ada makna tentang kehidupan yang mengalir pelan namun pasti.

Kandri — di mana wisata menjadi cerita, dan cerita menjadi kenangan yang sulit dilupakan.