Delapan tahun kau tinggalkan suami dan anak-anakmu, namun kami semua masih merasakan hangatnya kasih sayangmu. Pendidikan formalmu yang hanya sekolah dasar tak membuatmu seperti orang biasa yang hanya kenal dapur, sumur, kasur. Visimu begitu jelas, nasehat-nasehatmu begitu terarah, perjuanganmu untuk keluarga begitu gigih hingga apapun kesulitan seakan kau hadapi sendiri. Bahkan kami anak-anakmu baru tahu semua pengorbananmu, semua penderitaan sakitmu, dan semua perjuangan kerasmu setelah kau tinggalkan kami.
Mama, waktu memang tak mungkin berputar kembali sehingga kami anak-anakmu yang nakal, yang bandel, yang suka membuatmu kecewa tak akan memperbaikinya sekarang untukmu. Kami semua hanya bisa mendoakanmu yang terbaik dan terus mengenang jasa-jasamu. Kami semua hanya bisa dengan bangga menceritakan kisah hebatmu. Kami semua selalu menyimpan kerinduan untukmu. Kerinduan yang harus kami aktualisasikan dalam karya - karya penuh rasa.
Mama, rasa rindu yang terimplementasi dalam karya anak-anakmu sudah dimulai. Rasa rindu yang selalu menjadi penyemangat kami dalam suka dan duka. Rasa rindu yang tak berkesudahan itulah yang akan selalu menumbuhkan kontribusi nyata anak-anakmu untuk cita-citamu yang belum selesai.
Mama, rasa rindu itu akan sangat terasa dibulan - bulan mendekati hari meninggalmu. Jumat dini hari bersejarah yang kau pilih sebagai hari terakhirmu di dunia. Hari terakhirmu seakan menunggu harapan dan asamu tentang kami, anak-anakmu. Dan kisah itu selalu kujadikan kisah inspiratif perjuangan seorang anak untuk mewujudkann harapan ibunya hingga kini...
Mama. Semoga kau tenang di Sana
Semarang, 07.01.18
Anak yang paling menyayangimu
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.