Tuesday, May 6, 2014

Selepas Isya di Tepi Pantai Selatan

Perjalanan semalam masih menyisakan pegal - pegal diseluruh tubuh dan rasa kantuk. Hari sudah menjelang senja. Kubangunkan Bunga agar segera bangun dan berbenah, karena sore ini rencananya mengunjungi pantai di selatan Wonosari. Tak berapa lama Bunga sudah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berdandan. Aku sendiri sudah dari siang bebersih diri dan berganti baju, namun Bunga sepertinya tidak biasa bepergian jauh ber jam jam sampai lewat tengah malam, sehingga tubuhnya perlu waktu istirahat yang lebih lama dibanding aku.
Tepat habis magrib kuda besiku melaju pelan menuju arah Wonosari. Ditengah perjalanan baru teringat bahwa seharian ini belum makan, sehingga perut keroncongan. Kami berdua sepakat untuk membeli sate di tepi jalan sambil ngobrol pengalaman kemaren malam di tepi hutan merapi bagian selatan yang menegangkan. Setelah perut kenyang kami melanjutkan perjalanan menuju pantai selatan, langit tampak gelap dan gerimis mulai datang. Keadaan jalanan sepi. Bunga mulai merapatkan tubuhnya ke tubuhku, tampaknya dia mulai dibayangi rasa takut dalam kegelapan.
Menjelang sampai ke Pantai, Jalan semakin menurun tajam, kondisi gelap gulita dan tidak tampak ada tanda-tanda kehidupan. Yang terdengar hanya debur ombak yang semakin jelas pertanda pantai semakin dekat. Bunga semakin merapatkan tubuhnya sambil berkali kali bertanyan, " Mas.... beneran ini jalan ke pantai? serem banget dan kayaknya buntu". Aku menjawab sekenanya karena berkonsentrasi menyusuri jalan turun berkelok gelap dan licin akibat gerimis yang terus mengiringi perjalanan kami.
Pantai Gadis benar-benar gelap dan tiada orang satupun yang kujumpai, namun ada nyala lampu teplok di sebuah rumah kecil pinggir pantai. Aku bergegas ke sana dan mencoba mengetuk pintu. Seorang kakek membukakan pintu dan mempersilahkan kami berdua masuk ke rumahnya. Tak ada meja, tak ada kursi, hanya tikar pandan sebagai alas duduk kami sekaligus alas tidur kakek tuan rumah. Setelah ngobrol basi basi sejenak, aku mengutarakan maksudku bahwa kami berdua mau nginap di tepi pantai malam ini, dan kami menitipkan motor di rumah simbah. kakek tua itu mengiyakan dan kami pamit keluar untuk mencari tempat yang enak untuk duduk memandangi gelapnya malam ditepi pantai. 
Momen inilah yang menjadi waktu paling bersejarah. Antara nyata dan tidak nyata, dalam kegelapan malam, di iringi hujan yang semakin deras....kami saling berbagi cerita, saling berbagi rasa....(bersambung)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.