Friday, December 29, 2017

CEO Message #13 Country Manager

CEO Message minggu ini, masih nyambung dengan CEO Message minggu lalu mengenai War Room. Dalam CEO Message sebelumnya saya sudah menjelaskan bahwa War Room haruslah bisa menerjemahkan strategi Kemenpar yang saya sebut DOT (Destination, Origination, Time).
Dengan menggunakan War Room, pertama-tama, kita harus bisa melakukan analisis Origination yaitu wisatawan dari negara asal. Kemudian kita harus tahu persis produk atau Destinationyang kita miliki dan keunggulan-keunggulannya dibanding produk pesaing. Dan kemudian, kita harus bisa mengetahui waktu-waktu atau Time, dimana wisatawan melakukan liburan dan apa saja preferensi mereka di waktu libur tersebut.
Singkatnya, Origination adalah menyangkut manajemen pelanggan, Destination kita bicara mengenai produk dan program, sementara Time adalah mengenai pola libur wisatawan dan bagaimana kita menyusun strategi di waktu-waktu libur tersebut.

Pertanyaannya kemudian adalah, siapa yang harus melakukan fungsi itu semua?  
Yang menjalankan hal tersebut adalah sebuah posisi fungsional yang saya sebut: country manager. Seiring dengan restrukturisasi dan penyempurnaan organisasi yang gencar dilaksanakan, kita akan mengoperasikan fungsi baru ini secara sistematis sehingga proses pemasaran di Kemenpar makin solid.
Dengan adanya fungsi baru ini, kalau seorang countrymanager Tiongkok misalnya, saya tanya mengenai profil wisatawan Tiongkok, hari-hari libur mereka, atau destinasi yang mereka ingini, maka ia haruslah hapal di luar kepala. Ia harus ekspert dalam hal customer knowledge. Ia harus tahu persis ke destinasi mana saja para wisatawan tersebut harus diarahkan. Di samping itu ia juga harus piawai merumuskan strategi advertising dan selling bagi wisatawan di originasinya. 

Empat Dimensi
Sebelum lebih jauh membahas apa dan bagaimana country manager, saya ingin menjelaskan terlebih dulu bentuk-bentuk struktur organisasi yang bisa kita pilih sesuai dengan kebutuhan kita. Dalam teori organisasi, ada empat opsi struktur yang bisa kita ambil untuk mendukung operasional organisasi.  
Pertama, organisasi berdasarkan fungsi (function-based organization). Ada fungsi operasi, fungsi keuangan, fungsi marketing, dan sebagainya. Ini adalah opsi struktur yang paling sederhana dan tradisional.
Kedua, setelah organisasi berkembang melingkupi wilayah yang banyak, maka kemudian berubah menjadi organisasi berbasis regional atau area (area-based structure). Di sini organisasi disusun berdasarkan wilayah, misalnya wilayah Eropa, Asia-Pasifik, Timur Tengah, Greater China, dan sebagainya.  
Ketiga, ketika organisasi berkembang lebih jauh lagi dimana begitu banyak portofolio produk yang harus dikelola, maka opsi selanjutnya adalah struktur organisasi berdasarkan produk (product-based structure). Saat saya di Telkom dulu misalnya, pernah organisasinya mengacu kepada produk seperti: fixed-linecelluler, atau multimedia/internet.
Keempat, yang lebih maju lagi adalah berdasarkan segmen pelanggan (customer-Centric Company). Sekali lagi mengambil contoh di Telkom, struktur organisasinya disusun secara vertikal berdasarkan segmen pelanggan yaitu: segmen konsumer/B2C, segmen usaha kecil/SME, segmen korporat/B2B, dan segmen operator telekomunikasi/other-licensed operator (OLO). Bisa disebut juga segmen pelanggan ini berdasarkan industri.  

Agar rekan-rekan semua gampang mengingat, seperti biasa saya membikin singkatannya, yaitu FAPIFunction, Area, Product, Industry.

Berbasis Area
Pertanyaannya, dengan empat dimensi tersebut, untuk Kemenpar kita ambil opsi yang mana? Apakah seperti di Telkom kita ambil opsi yang paling advanced? Tidak. Kita harus tahu diri. Level 2 saja belum lulus, mosok mau langsung loncat level 4? Nggak bisa. Kita memilih struktur berdasarkan area. Memang kuno, tapi nggak apa-apa, yang kuno inipun belum kita jalankan.  
Nah, dengan opsi ini, maka nantinya semua pelanggan kita bagi berdasarkan area. Semua aktivitas brandingadvertising, dan selling harus bermuara dan fokus ke area-area yang kita pilih sebagai target pasar kita. Dan setiap area tersebut harus ada “penunggunya”. Penunggu itulah country manager
Kalau memakai framework FAPI di atas, ketika kita menetapkan area sebagai basis struktur organisasi kita, maka di sini Area menjadi primary dimension, sementara unsur FAPI yang lain (Function, Product, Industry) bisa menjadi secondary atau tertiary dimension-nya. Jadi di dalam Area tersebut kita harus memilah-milah lagi berdasarkan Product-nya, bisa juga berdasarkan Industry atau segmen-nya.
Ambil contoh areanya adalah Tiongkok (primary dimension). Maka di area Tiongkok ini kita harus mempelajari secara mendalam karakteristik wisatawannya. Dan berdasarkan karakteristik konsumen tersebut kita menetapkan segmen Industry (secondary dimension) apa saja yang kita utamakan. Lalu di masing-masing Industry tersebut, kita juga harus menetapkan Product (tertiary dimension) apa yang akan kita tawarkan. 
Sering saya katakan, untuk memenangkan persaingan kita harus mengutamakan yang utama. Karena itu dalam memilih area-area ini kita juga tak boleh sembarangan. Kita pilih area-area yang memang sangat menjanjikan dari sisi potensi pasar (market size & growth) dan kita memiliki keunggulan (advantages) dibanding pesaing.
Dalam melayani pasar demi pasar ini harus urut dan disiplin, nggak boleh ngasal dan loncat-loncat. Layani secara total area-area pasar yang memang menjadi prioritas kita, setelah tuntas betul baru masuk ke area dengan prioritas yang lebih rendah. Kalau kita sudah menetapkan Greater China dan ASEAN sebagai area prioritas, maka tuntaskan area-area itu dulu sebelum kita berpindah melayani area-area berprioritas rendah seperti area Eropa Timur misalnya.
Jadi harus kita sisir satu-persatu berdasarkan prioritasnya. Ingat, resources kita terbatas, dan kita harus manfaatkan resources tersebut secermat-cermatnya.

Ujung Tombak
Country manager itu fungsi dan prinsip kerjanya persis seperti account manager (AM) di perusahaan business to business(B2B). Account artinya customer, jadi fungsi utama accountmanager dan country manager adalah mengelola pelanggan (customer management).  
Namun tak hanya customer management. Kepada para countrymanager ini nantinya saya juga “menitipkan” tugas yang lain yaitu product management. Mereka juga harus piawai me-manage produk seperti melakukan sales promotion produk, memberikan servis, hingga menyusun paket pricing yang menarik.
Agar gamblang, saya perlu tegas membedakan antara product management dan product development. Apa beda keduanya?
Product management merupakan bagian dari marketing. Untuk gampangnya marketing saya jelaskan dengan dua cara. Pertama memakai konsep marketing mix, kedua menggunakan konsep value chain. Hasil keduanya pasti sama.
Pertama konsep marketing mix atau 4P kalau diurut adalah sebagai berikut: 1. Product. 2. Promotion. 3. Place. 4. Price. Nah kalau memakai konsep value chain, urutannya juga sama persis, yaitu 1. Product. 2. Sales promotion. 3. Customer service. 4. Payment management. Jadi product managementmerupakan pekerjaan orang marketing yang meliputi pengelolaan produk, bagaimana penjualannya ke konsumen, bagaimana servisnya, hingga bagaimana mengatur pembayarannya.

Lalu apa bedanya dengan product development 
Kalau product management berfungsi mengelola produk yang sudah jadi baik dari aspek sales, servis, maupun pricing-nya. Maka product development berfungsi mencipta produk baru. Jadi kalau yang pertama dijalankan oleh orang marketing, maka yang kedua dijalankan oleh orang busdev (business development). Orang marketing boleh meminta produk baru kepada orang busdev.
Dengan pembedaan tersebut, menjadi jelas bahwa Kemenpar adalah kementerian marketing, karena tidak bisa membuatproduk, bisanya memasarkan produk. Fungsi Kemenpar hanyalah product management, bukan product development. Lalu siapa yang melakukan product development di sini? Yang melakukan tak lain adalah Dinas-Dinas Pariwisata, kalangan industri swasta, dan pemerintah untuk infrastrukturnya.
Inilah beratnya pekerjaan Kemenpar. Kalau di dalam organisasi bisnis, product developmentproduct management, dan customer management dilakukan dalam “satu atap” oleh perusahaan. Di Kemenpar tidak demikian halnya. Jadi bisa saya gambarkan, “nyawa” Kemenpar itu separo di tangan Kemenpar, separo lagi di tangan pihak lain yaitu para stakeholders (Dispar, industri swasta, pemerintah) yang tidak bisa kita kontrol. Karena itu bisa dibayangkan kompleksitas pengelolaannya.
Agar punya kontrol, maka dengan segala keterbatasan yang ada kita mencoba masuk ke fungsi product development. Misalnya kita membuat konsep Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Bagaimana konsep, standard, dan sustainabledevelopment KEK kita bantu buatkan, walaupun yang menjalankan adalah pihak lain. Begitu juga ke Kemenhub kita minta mereka membangun bandara di kota A atau kota B; ke Kementerian PUPR kita minta dibangun jalan di daerah A atau daerah B. 
Di tengah pekerjaan Kemenpar yang kompleks dan berat tersebut, siapa yang seharusnya menjadi ujung tombak? Sebagai kementerian marketing, fungsi ujung tombak ini seharusnya dimainkan oleh jajaran country manager kita. Merekalah sesungguhnya faktor krusial kesuksesan kita.
Tanpa pasukan country manager yang solid, tangguh, dan mumpuni, sulit rasanya kita bisa mewujudkan visi 2019 kita. Karena perannya yang sangat strategis, maka secara serius dan konsisten kita akan membangunnya.

Salam Pesona Indonesia..!!!

Dr. Ir. Arief Yahya, M.Sc

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.