Friday, December 29, 2017

CEO Message #8 Berikan Penawaran yang Tak Mungkin Ditolak oleh Konsumen

 Rekan-rekan para leaders di Kemenpar.
Saya berjanji untuk membagi uraian CEO Message saya dalam tiga kelompok, yaitu leadership & values sebesar 50%, strategy 30%, dan sisanya tactical & functional 20%. Kali ini saya akan mengupas masalah tactical & functional yaitu jualan atau selling.
Seperti kita ketahui, salah satu faktor kunci keberhasilan selling adalah merancang paket offering yang menarik kepada konsumen. Tak hanya itu, saking menariknya sehingga mereka tak kuasa untuk menolaknya. Karena itu CEO Message kali ini saya beri judul agak panjang: “Berikan Penawaran yang Tak Mungkin Ditolak Konsumen.”
Dua minggu lalu saya bertemu dengan para pengusaha hotel, travel agent, dan ferry di Batam di sela-sela mengikuti rakor pengembangan infrastruktur maritim-pariwisata dengan Bank Indonesia (BI). Secara khusus saya menemui para pengusaha tersebut bersama Pak Tung Desem Waringin. Kita semua pasti kenal Pak Tung. Beliau adalah salesman hebat negeri ini. Bukunya Marketing Revolution merupakan national bestseller dan menjadi pegangan bagi para marketer dan salesman.

Border Tourism

Sebelum pergi ke Batam, kami bersama Pak Tung sudah merencanakan sebuah paket promosi pariwisata bagi para pengusaha tersebut untuk mempromosikan Batam ke target pasar prospektif yaitu Singapura dan Malaysia. Pemilihan Batam didasarkan pada asumsi bahwa border tourism merupakan program quick-win yang kemungkinan keberhasilannya (likelihood) sangat tinggi dengan impact yang sangat besar. Batam (Kepri) menyumbang 20% perolehan wisman kita atau sekitar 2 juta arrival. Tahun ini target penambahan jumlah wisman mencapai 100.000. Dalam 3 tahun ke depan Batam harus growth 50% menjadi 3 juta. Untuk mewujudkannya kita harus promosi habis-habisan.
Batam memiliki potensi luar biasa untuk border tourism dengan target pasar Singapura dan Malaysia. Kenapa Perancis dan Spanyol selalu masuk 10 besar dunia dalam mendatangkan wisman, karena border tourism ini. Begitu juga Malaysia. Banyaknya wisman di negeri Jiran ini adalah karena border tourism dengan target utama wisman dari Singapura. Wisman Singapura demikian mudah ke Malaysia karena tidak perlu menyeberang, bisa ditempuh dengan jalur darat.
Nah, kita akan mati-matian menyedot wisman Singapura dan Malaysia dengan menggencarkan promosi border tourism ini. Caranya, kita harus membangun ekosistem pariwisata yang mengolaborasikan seluruh stakeholder pariwaisata Batam mulai dari pengelola hotel, restauran, tempat hiburan, travel agent, ferry, dan pemain-pemain lain, dengan dukungan penuh pemerintah (Kemenpar).

Tak Mungkin Ditolak

Apa paket yang kami tawarkan kepada para pengusaha di Batam dan kepada para wisman (end-users) Singapura/Malaysia? Sebuah tawaran sangat-sangat menarik yang tidak mungkin bisa mereka tolak.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa pada saat weekend, okupansi hotel-hotel di Batam bisa mencapai 98%, namun pada hari Senin hingga Jumat dan low season okupansinya turun sangat drastis. Promosi di saat weekend cukup dengan branding. Yang menjadi masalah adalah bagaimana meningkatkan kunjungan wisman pada saat weekdays/low seasons ini.
Saya katakan kepada para pengusaha, daripada kamar-kamar hotel dan seats ferry di saat weekdays/low seasons itu nggak laku, lebih baik didiskon besar-besaran atau bahkan digratiskan. Ya, karena kamar-kamar itu laku maupun nggak laku overhead cost-nya hampir sama. Analoginya seperti layanan penerbangan. Dari 200 tempat duduk yang tersedia misalnya, tempat duduk itu terisi 15 orang atau 150 orang akan membutuhkan bahan bakar yang hampir sama. So, kalau begitu kenapa kursi-kursi pesawat atau kamar-kamar hotel yang kosong itu tidak kita dayagunakan.
Kalau kamar-kamar hotel itu digratiskan, lalu pengusaha mendapat untung dari mana? Saya katakan, kalaupun kamar-kamar hotel itu digratiskan, sesungguhnya pengusaha hotel bisa mendapatkan income dari layanan terkait lain seperti perpanjangan menginap (menggunakan tarif diskon 50%), paket one-day tour, layanan spa, restoran, food & beverages, dan lain-lain.
Biar gampang saya memberikan contoh di bisnis telekomunikasi yang saya tekuni 30 tahun terakhir. Saat kita jualan pulsa, starter pack-nya kita gratiskan, UseeTV kita gratiskan, lalu kita mendapatkan keuntungan besar dari penggunaan pulsa tiap bulan. Google memberi kita layanan GMail gratis, tapi kemudian menawarkan layanan freemium untuk kapasitas surat yang besar. Ini namanya “lose to win”, berkorban di depan untuk mendapatkan hasil yang lebih besar di belakang.
Dengan pendekatan paradox marketing seperti ini kita bisa menghasilkan paket tawaran yang “more for less”. Artinya, konsumen mendapatkan manfaat yang luar biasa banyak (more benefit), tapi membayarnya dengan sangat murah (less cost). Yang umum terjadi adalah, konsumen mendapat manfaat banyak tapi dengan harga yang mahal pula (“more for more”). Atau sebaliknya, manfaatnya sedikit tapi harganya juga murah (“less for less”).
“More for more” dan “less for less” itu biasa. Kalau “more for less” itu baru luar biasa. Layanan “more for less” inilah yang tak mungkin bisa ditolak oleh konsumen. You get more, you pay less.

Win-Win Solution

Jadi offering kami ke pengusaha adalah, mereka berkomitmen memberikan secara gratis kamar-kamar hotel dan seats ferry kosong pada saat weekdays/low seasons itu kepada kami, lalu kami susun paket promonya. Paket promo ke wisman Singapura dan Malaysia ini akan sangat menarik. Misalnya untuk promosi awal kamar hotel itu kita tawarkan 10 SGD untuk city hotel dan 30 SGD untuk resort hotel. Bayangkan jika paket promo itu terpampang di billboard-billboard di Orchard Road, pasti akan sangat menarik.
Lalu biaya untuk membayar promosi di billboard-billboard itu asalnya dari mana? Asalnya dari slot billboard-billboard yang dimiliki Kemenpar di Singapura dan Malaysia tersebut, maka kita tinggal memanfaatkannya, ditambahkan dengan hasil penjualan kamar hotel yang 10 SGD dan 30 SGD tersebut. Jadi dengan berhimpun “membangun ekosistem”, di dalam kolaborasi ekosistem ini, hotel-hotel mereka dan ferry akan dipromosikan secara gencar di Singapura dan Malaysia, yang itu tak bakal mungkin terjadi jika mereka jalan sendiri-sendiri. Bahkan saya katakan kepada mereka, nanti hotel-hotel yang ikut program ini akan mendapat semacam sertifikat dari pemerintah sebagai “The Ministry of Tourism Hotel Choice”.
Di penutup pertemuan, saya tegaskan kepada mereka agar tidak perlu ragu mengikuti program ini karena pemerintah tidak mungkin berbisnis di sini. Jadi semua keuntungan yang diperoleh dari penjualan kamar hotel, dan lebih besar lagi dari cross-selling, pasti akan dikembalikan kepada pengusaha dalam bentuk promosi dan pendapatan tambahan. Bahkan kalau memang diperlukan pemerintah bisa memberikan subsidi.
Jadi dengan platform dan kolaborasi semacam ini semua pihak diuntungkan, win-win solution. Pengusaha untung karena hotel dan ferry-nya ramai. Pemerintah untung karena bisa mendorong pelaku bisnis untuk bertumbuh. Dan kalau sektor pariwisata Batam tumbuh, maka seluruh penduduknya akan menikmati rezeki dari industri pariwisata yang tumbuh pesat ini.

Every Leader Is A Salesman

Menutup CEO Message ini saya ingin mengambil pelajaran dari apa yang telah kita lakukan di Batam. Apa yang saya lakukan dengan Prof. Pitana dan Pak Tung adalah jualan. Saya ingin memberikan contoh bahwa seorang leader haruslah bisa jualan. Jualan tak harus berupa produk atau jasa tapi justru yang paling powerful adalah jualan ide. Apa yang kita lakukan di Batam sesungguhnya adalah jualan ide, yaitu ide paket penawaran kepada pengusaha yang menghasilkan value yang “more for less”. Value yang tidak mungkin bisa ditolak konsumen.
Kemenpar barangkali berbeda dengan kementerian lain, karena kinerja yang harus kita hasilkan jelas: yaitu “kinerja jualan” mendatangkan 20 juta wisman hingga tahun 2019. Kalau para leaders Kemenpar tidak bisa jualan, bagaimana mungkin target besar itu bakal tercapai? Karena itu saya mewajibkan setiap leader di seluruh level dan bidang haruslah menjadi salesman. Every leader is a salesman. Dan ketika pemimpinnya salesman, maka anak buahnya pasti juga akan menjadi salesman.
Para leaders di Kemenpar termasuk para Kadispar harus bisa merangkul para stakeholders industri pariwisata di seluruh daerah dan menawarkan ide-ide brilian yang tidak bisa mereka tolak karena adanya win-win solution. Kalau apa yang saya lakukan di Batam bisa ditiru oleh para leaders Kemenpar di daerah sesuai dengan konteksnya masing-masing, maka sektor pariwisata Tanah Air akan bersinar.
Sebagai menteri saya pasti tidak bisa kerja sendiri. Apalah daya saya, saya hanya punya dua tangan dan dua kaki. Sehebat apapun saya pasti tak akan bisa menciptakan hasil luar biasa tanpa dukungan Anda semua para leaders Kemenpar. Kita bisa menciptakan hasil luar biasa hanya jika semua leaders at all level bergerak bersama-sama menjual ide-ide brilian yang sama sekali tidak bisa di tolak oleh stakeholders kita.

Salam Pesona Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.