Kalau mau mentransformasi bisnis, industri, atau organisasi saya punya tiga opsi terkait SDM yang harus saya siapkan untuk menjadi pelaku transformasi yaitu: to build, to buy, dan to borrow. Kita bisa memilih satu, dua, atau ketiga alternatif tersebut secara bersamaan sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang terjadi.
To build adalah membangun SDM yang kita miliki dari nol. Kita training mereka untuk membentuk core character dan cora comptence yang dibutuhkan untuk menggulirkan transformasi. Karena dimulai dari awal maka opsi ini perlu waktu lama. Ingat, untuk membentuk competence apalagi character kita butuh waktu lama, bertahun-tahun.
Pilihannya menjadi sulit karea opsi ini butuh waktu lama sementara kita dituntut hasil yang cepat. Deliverables kita itu sekarang, bahkan kemarin. To build bukanlah opsi yang baik untuk kebutuhan mendesak saat ini, namun tetap kita lakukan untuk tujuan jangka panjang. Contohnya program Win Way Chanpion yang sekarang sedang disiapkan Prof. Ahman di Deputi Pengembangan Kelembagaan.
Yang kedua, to buy adalah mengganti seluruh manajemen dengan orang-orang mumpuni dari luar. Opsi ini bisa cepat menuai hasil kinerja tapi memiliki kelemahan mendasar, karena jauh dari membina bawahan. Sebagai pemimpin, tugas paripurna saya adalah mengembangkan character dan competence setiap insan Kemenpar agar mereka bisa meneruskan organisasi ini mencapai sukses. Ingat, the ultimate task of a leader is creating other leaders. Karena itu, opsi ini tidak saya ambil, kecuali sangat kepepet.
Nah, opsi yang paling optimum adalah to borrow. Kita panggil para ahli dari luar untuk membantu kita mentransformasi organisasi. Kita minta mereka menjadi “shadow” kita. Kenapa opsi ini saya sebut optimum? Karena dengan opsi ini to build-nya dapat, dan to buy-nya juga dapat. Di satu sisi, kita mendapat ekspertis dari orang-orang profesional terbaik di luar. Di sisi lain, kita bisa bisa menggunakan mereka untuk membina orang-orang di dalam Kemenpar.
Karena itu kita sudah memutuskan untuk mengambil opsi to borrow dan saya menyebut approach ini dengan istilah: shadow management.
Ekspertis Terbaik
Rekan-rekan leader di Kemenpar, kita telah memilih orang-orang terbaik yang duduk di shadow management team, yang membantu kita mentransformasi Kemenpar menjadi great ministry. Mereka adalah big name, orang-orang terbaik di bidangnya. Tak hanya itu, mereka sangat senang membantu kita karena memang mereka adalah orang-orang yang sangat passionate di bidang tersebut.
Ambil contoh Pak Hiramsyah yang kita percaya membantu mengembangkan 10 destinasi unggulan. Beliau ini memiliki pengalaman panjang, jatuh-bangun sekitar 30 tahun, mengasah kemampuan di bidang ini. Mana mungkin kita bisa melampaui ekspertis beliau. Untuk bisa melampaui ekspertis Pak Hiramsyah minimal kita harus melampaui kurun waktu 30 tahun dulu. Jadi dengan shadow management kita memangkas waktu 30 tahun.
Begitu juga Pak Indroyono Soesilo yang kita percaya membantu pengembangan wisata bahari. Siapa yang tidak tahu Pak Indroyono? Beliau adalah orang terbaik di negeri ini untuk urusan kebaharian. Seorang geologist, ahli kemaritiman terkemuka yang begitu passionate di bidangnya. Untuk bisa membentuk ekspertis seperti yang dimiliki Pak Indroyono dibutuhkan waktu puluhan tahun, dan dengan shadow management kita men-short cut waktu tersebut.
Untuk pengembangan pariwisata halal kita punya Pak Riyanto Sofyan yang sudah banyak makan asam-garam merintis Hotel Sofyan, hotel syariah pertama di Indonesia, menjadi sukses seperti sekarang. Pak Riyanto adalah orang yang paling mengerti pariwisata halal di negeri ini. Capaiannya luar biasa, membawa Hotel Sofyan menjadi The World’s Best Family Friendly Hotel di ajang World Halal Travel Award. Coba bayangkan jika kita harus mengembangkan orang hebat seperti pak Riyanto ini, akan butuh puluhan tahun, sementara kita harus deliver result sekarang.
Untuk branding dan PR kita meminjam ekspertis dari konsultan terbaik dunia, yaitu Ogilvy. Mereka memiliki model dan framework yang sudah teruji puluhan tahun. Coba bayangkan jika kita harus mengembangkan sendiri framework itu, kita butuh waktu bertahun-tahun, itupun hasilnya pasti tak sebaik yang dimiliki Ogilvy.
Itulah kehebatan shadow management, kita bisa mendapatkan orang-orang terbaik dan ekspertis terbaik tanpa harus memulainya dari nol, not starting from the zero. Kita bisa potong kompas untuk menghasilkan yang terbaik.
Orang Terpandai
Pendekatan shadow management bukannya tidak memiliki kelemahan. Kelemahan yang umum terjadi adalah adanya resistensi yang datang dari dalam organisasi. Resistensi ini biasanya muncul dari orang-orang dalam yang merasa tersaingi, merasa ketidakmampuannya terlihat orang lain, merasa domain kepentingannya terusik, atau terbentuknya silo-silo dan politik kantor.
Karena mengancam eksistensinya, biasanya mereka berupaya keras menciptakan konflik dan mempersulit ruang gerak anggota shadow management agar program-program yang digulirkannya terhambat. Karena dijegal sana-sini, maka anggota shadow management merasa tidak comfortable, program mandeg, dan ujung-ujungnya mereka mental ke luar. Ketika mereka mental keluar, maka amanlah posisi dan eksistensi si orang dalam tersebut.
Saya tak mau resistensi ini terjadi di Kemenpar. Ironis sekali, mereka itu kita undang untuk membantu kita lha kok justru kita hambat dan kita persulit. Rekan-rekan tak perlu takut tergantikan posisinya oleh orang-orang shadow management. Dalam bahasa yang jelas saya katakan, saya tak akan mengganti Rekan-Rekan di posisinya. Kalau saya punya niat untuk mengganti, pasti sudah saya ganti dari dulu-dulu.
Tujuan saya mencangkokkan shadow management adalah to build, yaitu mengembangkan kemampuan Rekan-Rekan semua. Jadi kalau Rekan-Rekan open mind, tidak takut, dan fully support terhadap shadow management, maka pasti tidak saya ganti. Tapi kalau Rekan-Rekan takut, sehingga tidak menerima shadow management, maka justru akan saya ganti.
Kalau misalnya terjadi konflik atau ketidaksepahaman antara orang internal (struktural) dan orang shadow management, kira-kira saya lebih percaya yang mana? Tentu saja saya percaya yang orang shadow management. Kenapa? Karena kalau saya tidak percaya, tak mungkin saya akan menunjuk orang tersebut. Kalau saya tak percaya, dari awal pasti saya tak akan memilih dia.
Jadi sekali lagi saya tegaskan, justru yang saya lakukan adalah memperkuat posisi Rekan-Rekan dengan cara mendatangkan shadow management mengembangkan kemampuan dan kapasitas kita. Ingat, yang memperkuat kita di posisi dan jabatan kita tak lain dan tak bukan adalah kemampuan kita.
Apa defini orang terpandai itu? Saya katakan: “orang terpandai adalah orang yang bisa memanfaatkan orang-orang yang lebih pandai dari dirinya untuk kepentingannya.” Jadi bodoh sekali kalau kita sampai resisten dan mempersulit para anggota shadow management yang ekspertisnya bisa kita gunakan untuk memajukan Kemenpar. Kita adalah orang terpandai jika kita bisa memanfaatkan mereka untuk kemajuan kita. Jadi ingat, kalau rekan-rekan ingin saya nilai sebagai orang yang terpandai, maka gunakanlah shadow management.
Coba kita bertanya dalam hati, kalau shadow managementberhasil menjadikan Kemenpar hebat, siapa yang bakal mendapat nama? Yang mendapatkan nama adalah kita, orang-orang Kemenpar. Yang akan mendapat manfaat adalah kita orang-orang Kemenpar. So, kenapa harus resisten.
Lebih dari Ikhlas
Karena para anggota shadow management memiliki passion di bidang keahliannya, maka mereka bekerja membantu kita dengan senang hati dan sepenuh hati. Karena itu ironis jika kita tidak men-support dan memberikan sumber resource sebaik mungkin kepada mereka. Kita harus ikhlas, bahkan lebih dari ikhlas. Kenapa? Karena ini adalah kebutuhan kita. Ini untuk kita Kemenpar, bukan untuk mereka.
Saya akan memberikan analogi yang mungkin tidak mirip tapi filosofinya sama. Setiap akhir pekan, Sabtu atau Minggu, saya selalu menyetir mobil sendiri setiap kali pergi bersama keluarga. Setiap kali mau pergi saya selalu menyiapkan uang pecahan cukup besar untuk diberikan kepada fakir-miskin di jalan. Jadi di setiap ada traffic light perempatan saya meminta anak-anak untuk memberikan uang itu kepada para fakir-miskin.
Yang saya ajarkan ke anak-anak adalah, kita memberi uang kepada fakir-miskin itu bukan semata karena kebutuhan si fakir-miskin, tapi terutama karena memberi itu kebutuhan kita. Kenapa begitu? Kalau kita percaya kehidupan di akhirat, maka kenikmatan yang kita peroleh nanti di akhirat bukanlah berasal dari uang yang kita gunakan untuk kepentingan kita. Tapi uang yang kita sisihkan untuk kepentingan orang lain dalam bentuk zakat, infak, dan sedekah.
Jadi kalau kita memberikan uang kepada fakir-miskin, maka itu merupakan kebutuhan kita, agar kita beroleh kenikmatan nanti di akhirat. Kita memberi zakat dan sedekah kepada fakir-miskin sesungguhnya bukan untuk mereka, tapi untuk bekal kita nanti setelah hari kiamat. Maka dari itu kata ikhlas tepat di sini, bahkan saya katakan: lebih dari ikhlas. Nah, serupa dengan analogi memberi kepada fakir-miskin, kita harus lebih dari ikhlas dalam men-support dan melayani shadow management, karena mereka hadir semata-mata untuk kepentingan kita.
Menutup CEO Message ini saya ingin mengingatkan kembali budaya kerja yang kita yakini bersama yaitu 3S, terutama S yang pertama yaitu Solid. Menjalin “persatuan” antara kita dan para anggota shadow management adalah landasan penting bagi Kemenpar untuk merajut sukses. Kalau kita Solid maka tantangan sebesar apapun akan bisa kita tuntaskan. Namun kalau kita resisten, saling curiga, saling sikut, dan tidak bisa bekerjasama, maka masalah remeh pun tak mampu kita selesaikan.
Salam Pesona Indonesia!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.