Saturday, December 16, 2017

CEO Message #36 Product Management

Pada CEO Message sebelumnya saya sudah membahas customer portfolio yaitu bagaimana kita memilih konsumen yang hendak kita bidik dengan menggunakan tiga kriteria 3S (sizesustainablespread). Setelah kita memilih konsumen yang hendak kita layani, maka minggu ini giliran saya membahas bagaimana kita memberikan offering kepada konsumen terpilih tersebut. Dan minggu depan saya akan melanjutkannya dengan membahas bagaimana caranya kita melakukan branding.

Yang pertama disebut customer management. Yang kedua disebut product management. Dan yang ketiga adalah brandmanagement. Jadi dalam 3 CEO Message terakhir ini saya membahas mengenai trilogi marketing yaitu: customer-product-brand management.  Sekarang saya akan fokus membahas product management.   

Differentiating
Setelah kita menetapkan customer portfolio yang akan kita layani, maka pekerjaan selanjutnya adalah kita menetapkan value proposition yang hendak kita tawarkan. Apa yang kita tawarkan ini haruslah unik dan berbeda dari yang ditawarkan oleh negara lain, karena itu disebut unique value proposition (UVP). Proses untuk menciptakan UVP disebut differentiation.

Destinasi-destinasi yang ditawarkan oleh Bali misalnya, sangat unik dan tidak bisa ditandingi oleh destinasi lain. Keunikan itu merupakan kombinasi antara keajaiban alam dan keotentikan budaya yang adi luhung. Itu artinya Bali memiliki UVP dan diferensiasi yang kuat.

Untuk menghasilkan UVP yang kuat maka kuncinya adalah kita harus tahu kebutuhan spesifik dan perilaku konsumen yang kita layani. Setelah tahu persis karakteristik konsumen, maka selanjutnya kita harus mengembangkan destinasi wisata yang pas memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.

Sesungguhnya kita tidak bisa menawarkan Bali secara generalkarena destinasi-destinasi yang ada di Pulau Dewata ini bermacam-macam dan memiliki target pasarnya sendiri-sendiri. Karena itu Bali harus di-cluster-cluster sesuai dengan target konsumennya. Kawasan pantai Kuta misalnya lebih cocok untuk mass travelers; yang berbeda sedikit dengan target konsumen di Pantai Sanur; dan berbeda lagi dengan Ubud yang lebih pas untuk high-end travelers. Sementara kawasan Nusa Dua, karena memiliki gedung-gedung konvensi berkelas dunia, lebih cocok untuk konsumen MICE.

Destinasi Raja Ampat memiliki keindahan alam bawah laut yang luar biasa. Karena panorama bawah laut yang eksotis, Raja Ampat merupakan magnet bagi para penyelam fanatik dari seluruh dunia. Mereka mencari experience bawah air yang unik dan tak semua orang bisa menikmatinya. Karena menarget niche market, maka Raja Ampat harus menawarkan UVP yang eksklusif dan premium dan disasarkan untuk high-end travelersyang jumlahnya relatif kecil tapi spending-nya tinggi. Jumlah travelers yang datang ini harus memperhitungkan carrying capacity Raja Ampat untuk menjaga kelestarian alam di situ.

Lombok lain lagi ceritanya. Sesuai dengan diferensiasi yang dimiliki, Lombok diarahkan untuk menjadi destinasi wisata halal. Lombok memiliki begitu banyak tempat ibadah untuk kaum muslim. Bahkan destinasi wisata ini mendapat julukan “Pulau Seribu Masjid” karena dalam jarak tak sampai dua kilometer selalu bisa ditemukan masjid. Di samping itu kulinernya juga dijamin halal dan kini mulai banyak bermunculan hotel berkonsep halal.

Jadi, dengan pantainya yang indah dan budayanya yang terjaga, Lombok mencoba untuk membedakan diri (differentiating) dengan menawarkan UVP berupa wisata halal.      

Belajar dari Global Best Practice
Saya sering mengatakan bahwa cara paling cepat dan paling efektif untuk beajar adalah melalui benchmarking. Kita tak perlu merumuskan sesuatu dari awal dan secara sendiri. Kita bisa “potong kompas” dengan belajar dari negara-negara lain yang pernah melakukannya. Tentu saja kita harus belajar dari negara-negara yang jauh lebih maju dari kita dalam hal productmanagement di sektor pariwisata.

Negara-negara yang maju sektor pariwisatanya bisa dipastikan pasti menerapkan customer dan product management yang sangat spesifik. Spanyol misalnya, wajib kita jadikan benchmark dengan jumlah wisatawan sebesar 75 juta dan devisa US$ 60 miliar.  Sebagai salah satu negara dengan kunjungan wisman terbesar di dunia dan menduduki peringkat 1 di Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI), mereka punya ragam destinasi untuk berbagai segmen wisatawan.

Spanyol membagi profil customernya ke dalam beberapa segmen secara demografis, yaitu families, young people, senior, hingga adults without children. Bahkan mereka juga menggarap segmen dengan minat khusus. Masing-masing portfolio segmen ini ditawarkan berbagai atraksi dan destinasi yang sesuai dengan minat mereka.

Untuk melayani beragam profil segmen tersebut, Spanyol mempunyai berbagai portofolio produk (destinasi/atraksi). Mereka punya wisata kota, alam, gastronomi, belanja, olahraga hingga kesehatan dan kecantikan. Masing-masing portofolio produk ini di-cross dengan segmen konsumen yang ada.

Untuk segmen families misalnya wisatawan bisa mengunjungi theme park seperti Dinopolis atau museum-museum di Madrid. Young People bisa mengikuti berbagai festival musik dan event olahraga, atau menghabiskan malam berpesta di Ibiza. Spanyol juga agresif menggarap segmen senior atau lansia dengan menawarkan destinasi atau paket tur seperti “World Heritage in Spain” dan “Mediterranian Diet”.

Senada dengan Spanyol, Perancis pun melakukan hal yang sama. Perancis juga merupakan salah satu negara dengan kunjungan wisman terbesar yaitu sebesar 85 juta orang dengan perolehan devisa yang mencapai US$ 60 miliar. Sebagai negara yang kaya akan budaya dan sejarah, Perancis memiliki 37 situs yang masuk daftar “World Heritage”-nya UNESCO. Portofolio produk atau destinasinya banyak berfokus di sini. Terbukti, kunjungan turis terbesar adalah di situs-situs tersebut seperti Museum Louvre, Menara Eiffel, Istana Versailles dan sebagainya.   

Kita juga perlu belajar banyak dari Jepang, dimana mereka mencatatkan pertumbuhan mengesankan mencapai nyaris double dari sekitar 10 juta menjadi 20 juta kunjungan wisatawan pada tahun 2013-2015. Dalam laporan TTCI 2017, Jepang menempati peringkat ke 4, tertinggi untuk kawasan Asia. Jepang mempunyai portofolio produk dengan berbagai destinasi/atraksi yang unik. Mereka adalah negara yang sangat kaya akan budaya dan sejarah, seperti halnya Perancis, Jepang mempunyai 21 situs yang masuk “world heritage”nya UNESCO. Berbagai kuil dan situs-situs sejarah ditawarkan untuk menarik turis yang ingin mengulik budaya Jepang.

Jepang juga menawarkan destinasi/atraksi alam yang unik seperti wisata salju, yang menjadi favorit para wisatawan terutama dari Asia yang ingin melihat salju dengan akses yang paling mudah, tak perlu harus ke Eropa. Tempat terbaik dengan kondisi salju yang banyak, dapat ditemukan di Jepang Utara (Hokkaido dan Tohoku) dan di pegunungan sepanjang Laut Jepang Coast (terutama Niigata dan Nagano). Di sana banyak resor yang memiliki zona bermain yang dirancang untuk keluarga dan anak, atau bagi yang tertarik bermain ski atau snowboard. Selain salju, ada destinasi alam unik lainnya yaitu menikmati musim semi bunga sakura di Tokyo atau Yokohama pada bulan April saat sedang bermekaran.

Untuk man-made, Jepang menyediakan Disneyland di Tokyo sebagai salah satu produk flagshipnya. Bahkan Jepang juga membidik segmen khusus pecinta anime dan manga untuk berkunjung ke Akihabara sebagai pusat game dan manga. Mereka begitu detil menyelaraskan portofolio customer dengan portofolio produk.

Belajar dari Tetangga
Untuk regional, kita juga harus belajar pada Thailand sebagai “musuh professional” sekaligus yang terbaik di kawasan. Ketika kemarin saya ke Bangkok untuk menerima penghargaan TTG Award, Saya bahkan meminta khusus kepada staf kedutaan besar dan diaspora-diaspora kita di sana untuk mempelajari keunggulan-keunggulan pariwisata Thailand. Dengan berbagai penghargaan yang banyak kita raih belakangan, bahkan pertumbuhan kita lebih cepat dari Thailand, kita tetap harus mau belajar dari mereka.

Mereka terkenal dengan pesona alamnya yang indah sebagai atraksi utama. Sebagai negara kerajaan, Thailand menawarkan berbagai atraksi dan budaya dalam portofolio produknya selain wisata alam yang sudah terkenal. Sebagai diferensiasi, Thailand memiliki berbagai festival dan atraksi yang unik. Misalnya yang sangat terkenal adalah Festival Songkran yaitu festival perayaan Tahun Baru Thailand yang dimeriahkan dengan tradisi “Perang Air” di jalanan tiap kota. Hampir setengah juta turis datang untuk ikut perang air dan basah-basahan.

Terkenal dengan gajahnya, Thailand juga mengembangkan “elephant tourism”, yaitu wisata trekking dengan gajah. Atraksi gajah di Surin yang diadakan tahunan di setiap bulan November. Acara ini diramaikan oleh sekitar 250 gajah terlatih yang akan mempertunjukan kebolehannya seperti sepak bola atau main perang-perangan.

Selain itu, Thailand juga mengembangkan “halal tourism”, meskipun mayoritas masyarakatnya non-muslim. Mereka memprioritaskan program-program pariwisata yang menarget para wisatawan muslim, baik wisatawan muslim domestik maupun wisatawan dari negara-negara muslim terutama dari timur tengah. Melalui branding “Thailand Diamond Halal” mereka merancang berbagai program pengembangan produk dan paket wisata halal. Thailand juga membidik segmen “kesehatan” dengan menawarkan “medical tourism”. Turis bisa berkunjung ke Bangkok, Chiang Mai, hingga Phuket untuk berobat atau sekedar check-up. Dengan beragam portofolio produk tersebut, tak heran Thailand bisa mendatangkan kurang lebih 30 juta wisman setiap tahunnya, dengan devisa sekitar US$ 40 Miliar.

Terakhir, kita perlu mempelajari apa yang telah dilakukan Vietnam. Beberapa tahun terakhir mereka menunjukkan performa yang mencengangkan. Pada periode Januari-September 2017 mereka mencatatkan pertumbuhan jumlah wisman sebesar 28,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Apa yang menjadikan mereka begitu cepat?

Vietnam terkenal dengan kekuatan produk atau atraksi seperti budaya dan sejarah, pantai dan kepulauan, serta ekowisatanya. Secara umum mereka membagi portofolio produknya menjadi 4 jenis, yaitu wisata budaya, wisata laut, ekowisata, wisata modern & outdoor.

Dengan kekayaan budayanya, Vietnam juga punya situs-situs yang masuk “world heritage” seperti kota Hue atau Hoi An. Turis juga bisa mengunjungi pagoda-pagoda di sekitaran sungai Mekong dan sungai Merah, atau benteng kuno di Hue dan Hanoi. Untuk wisata bahari, Halong Bay adalah andalan sebagai destinasi yang paling populer, selain Phu Quoc, Nha Trang, Mui Ne dan sebagainya. Vietnam menawarkan ekowisata dengan puluhan taman nasional seperti Xuan Son, atau taman bunga Lang Sen. Untuk menggaet turis yang ingin wisata perkotaan & outdoor, ditawarkan berbagai taman-taman kota dan teater.

Pelajaran dari beberapa negara tersebut sangat penting untuk kita terapkan di sini. Harus ada aligning antara customer profiling dengan portofolio produk yang kita tawarkan. Ada destinasi untuk mass segment, ada yang untuk niche segment, ada yang untuk high-end, ada yang more for less, bukan menegasikan salah satu. Inilah alasan mengapa product management sangat penting setelah kita melakukan customer management.

Menutup CEO Message ini, saya mengingatkan bahwa target utama Kemenpar adalah jumlah wisatawan dan devisa yang dihasilkan sehingga, kita harus membuat kedua aspek ini berimbang. Kita harus fokus harus memprioritaskan customeryang mana dengan menawarkan produk yang mana, sehingga target 20 juta wisman sekaligus US$ 20 miliar devisa, keduanya dapat dicapai.

Salam Pesona Indonesia !!!

Dr. Ir. Arief Yahya, M.Sc.
Menteri Pariwisata

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.