Tak terasa sudah lebih setahun kamu merantau. Di hari kita bertemu sebelum berangkat, kamu berjanji akan selalu menuliskan suara kerinduanmu untukku dan begitu pula aku akan mengirimkan lagu rindu untukmu, wanita istimiwa yang menemaniku dalam segala kesulitan hidup, Bahkan kesulitan yang paling sulit selama ini pun kamu sanggup menemaniku bahkan mendampingiku dan memberikan dorongan semangat yang menyala - nyala.
Disaat sulit itulah komitmenmu tak diragukan lagi. Di saat sulit itulah aku mengetahui karaktermu yang sesungguhnya. Dan di saat sulit itulah aku mengetahui betapa mulianya hatimu. Sebagai seorang wanita muda, pengalamanmu sangat luas, daya pikirmu tajam dan hati nuranimu terasah dengan sempurna. Sungguh wanita ideal untuk mendampingi seorang lelaki lemah yang jauh dari kesempurnaan.
Disaat semua tertata dengan rapi, disaat hubungan kita begitu indah, disaat kebersamaan kita menghasilkan karya - karya kreatif, tiba-tiba engkau memutuskan untuk pergi. Keputusan yang sulit diterima oleh siapapun yang berada di posisiku, namun aku takin Tuhan mempunyai rencana lain. Tuhan menegur kita, Tuhan memberi jalan yang berbeda, Tuhan memberi cobaan pada kita. Pahit, sulit, terjal dan apapun itu akan kita jalani dengan senyum dan penuh rasa syukur. Itu kata-katamu terakhir yang membuat aku selalu merindukanmu. Kerinduan seorang laki-laki pada pasangannnya, kerinduan seorang laki-laki pada bumi. Maka kerinduanku adalah kerinduan bumi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.