Sejak berkenalan, kita sudah saling tahu klo hobinya sama yaitu naik gunung. Hingga hari - hari weekend kita selalu dipenuhi agenda naik gunung. Hampir setiap naik gunung kita bercerita tentang segala kegundahan hati, persoalan kuliah dan kerjaan, namun setiap akhir pekan kita terus bercerita hal yang berbeda- beda seakan tak ada habisnya.
Kebiasaan bercerita menjadikan kita seperti belajar menulis cerita, sedangkan kebiasaan mendengarkan pasangan yang bercerita menjadikan kita seperti belajar memahami sehingga bersama-sama kita menjadi pembicara dan pendegar yang baik. Beberapa cerita kuangkat dalam tulisan pendek, walau tak menarik untuk orang lain, setidaknya bagiku sudah cukup menarik. Sedangkan kepandaian kita mendengar kujadikan bekal untuk mendampingi para anak-anakku yang membutuhkan perhatian, tempat curahan hati dan juga arahan agar mereka berjelan diatas rel, tidak menyimpang ke arah yang salah.
Namun sudah sebulan ini, aku tidak lagi mendengar suaramu yang manja. Cerita yang keluar dari bibirmu tak ada lagi, ekspresi wajah dan gerakan non verbalmu lenyap seiring dengan kepergiaanmu yang tanpa kabar. Aku meyakini bahwa kamupun merasa kehilangan kebersamaan kita hingga aku meyakini bahwa kita saling merindukan kebersamaan di gunung lagi.
Tentu aku memahami alasanmu menghilang, jarak yang memisahkan diantara kita sangat sulit untuk diperjuangkan. Jurang pemisah yang begitu luas dan dalam menjadikan semangatmu patah sebelum mencoba. Namun aku menyadari bahwa kamu akan selalu di hatiku, selalu menemaniku dan selalu mendoakanku. Karena aku meyakini bahwa doamu adalah pelukan mesramu dari kejauhan.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.