Foto diatas adalah saat aku memberikan materi hakekat pecinta alam di lereng selatan merapi tepatnya di belakang almarhum Mbah Marijan. Kenangan ini tak pernah kulupakan karena se ingatkan, pada saat aku mengisi pendidikan dasar pecinta alam ini merupakan pertemuan terakhirku dengan almarhum Mbah Marijan. Sengaja aku datang sore hari untuk mampir ke rumah beliau dan sedikit berbincang sambil minum wedang gedang khas merapi.
Sekitar jam 4 sore, almarhum mbah marijan sempat bebersih rumah dan memotong beberapa dahan dan ranting pohon di sekitar rumah. Kuperhatikan dengan seksama, setiap gerakan dilakukan dengan sangat lambat dan nafas tersengal, namun beliau tetap bekerja dengan penuh semangat. sesekali aku berbincang pun beliau melayani dengan senang hati. *luar biasa.... dalam hatiku*
Selepas magrib aku masih diwarung sambil menikmati pisang goreng dan kacang rebus, berbincang dengan ibu warung penjual disitu. Banyak hal diceritakan tentang kesaktian mbah marijan sebagai juru kunci gunung Merapi. Bagaimana para pecinta alam tidak menggubris peringatan BMKG, namun akan sangat mendengar nasehat Mbah Marijan soal boleh atau tidaknya naik ke puncak merapi melalui jalur kinah. Bila Sang juru kunci mengatakan tidak boleh naik, maka seluruh pendaki akan berhenti dan mengurungkan niat ke puncak merapi walaupun tidak ada peringatan dari BMKG, namun sebaliknya walaupun ada peringatan dari BMKG, selama Mbah Marijan mengijinkan, maka para pendaki akan tetap mendaki puncak merapi. Konon Mbah Marijan akan memperhatikan dan mendengarkan suara alam untuk menentukan apakah Gunung Merapi berbahaya atau tidak. Migrasi binatang ataupun perubahan cuaca tertentu akan dianalisis secara otomatis oleh beliau untuk mengenali perubahan merapi. Inilah pelajaran dari alam yang beliau ajarkan kepada para pendaki yang datang ke rumahnya.... ke arifan lokal...
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.