Saturday, February 8, 2014

Menahan Godaan, Membangun Negeri Indonesia

Aku berpamitan. Pak Tua itu menahanku. Diia memanggil istrinya dan membisikkan sesuatu di telinganya. Sang istri terburu - buru masuk ke dalam rumah dan semenit kemudian sudah keluar lagi membawa 2 buah amplop. Yang satu di ulurkan padaku dan yang satunya kepada teman sekantorku. Aku kaget... dengan halus kutolak pemberian itu dan....
Kisah ini nyata sekitar beberapa tahun yang lalu. Berdua dengan teman sekantor, sepulang kerja aku mencoba berinteraksi dengan masyarakat dengan mengadakan kunjungan ke tempat usaha. Usaha yang aku kunjungi adalah sebuah bengkel kecil di suatu wilayah pelosok desa yang dikelola oleh Pak Tua. Beberapa hari yang lalu, Pak Tua mengajukan pinjaman  dana ke tempat aku bekerja dan disetujui 5 juta sebagai kredit usaha kecil. Niat kunjunganku hari itu adalah bener-bener pengen tahu lokasi dan kegiatan usaha Pak Tua. Menurutku apabila ada interaksi antara institusi yang memberikan kredit dan yang diberikan kredit akan terjalin hubungan yang sinergi dengan dampak menambah kepercayaan pemberi kredit apabila usaha benar-benar dijalankan sesuai dengan proposal pengajuan dana kredit.
 
Ternyata aku mendapatkan pengalaman baru. Pak Tua yang aku kunjungi menganggap kunjunganku sebagai bentuk "Kunjungan Tidak Biasa" atau "minta jatah amplop" karena pengajuan kreditnya disetujui. Sejujurnya aku memang kaget, tak terpikir sama sekali akan adanya jatah - jatah seperti itu. Toh menurut pemikiranku, proses pinjam meminjam pastilah sudah ada bentuk perjanjian tentang hak dan kewajiban masing - masing, serta kalopun ada biaya pasti akan masuk ke institusi, bukan orang per orang. Maka ketika pak tua itu menyuruh istrinya memberikan 2 buah amplop kepadaku dan temanku, secara spontan kutolak dengan halus.
 
Mungkin bagi orang lain hal ini sepele, namun bagiku persoalan ini sangat prinsip. Bagaimana mungkin seorang pengusaha kecil yang hanya utang 5 juta saja harus memberikan amplop kepada entah berapa orang yang terlibat dalam proses pencairan dana, mulai pengajuan, pemeriksaan, penandatanganan perjanjian, sampai pencairan? bagaimana negeri ini akan maju klo biaya investasi begitu mahal?
 
Satu, dua tiga kali masih kokoh berprinsip, memasuki tawaran yang ke empat, lima, enam dst jujur harus menahan godaan. Bagaimanapun manusia membutuhkan uang, sehingga ketika keadaan keuangan kita sedangntidak baik, terkadang godaan itu muncul. Namun aku bersyukur, sampai detik terakhir aku bekerja di institusi itu berhasil menahan godaan Niatnya sederhana. Memperbaiki negeri Indonesia harus dimulai dari ha - hal yang kecil dan dari diri kita sendiri.
 


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.